Sinergi YBM PLN dengan Bidan Cahaya dalam Menjejak Manfaat

Kajian Toponim Demi Terciptanya Kedaulatan Bangsa

Sumber: dok @ngobroltempo

Kira-kira beberapa tahun silam sempat gempar negeri ini dibuat panik kala pulau terluar yang dimilikinya coba direnggut oleh bangsa lain. Sipadan dan Ligitan merupakan dua pulau yang diakui oleh negara tetangga kita yaitu Malaysia.

Tahun 2002 cara pandang perlahan dirubah, publik seperti dibangunkan dari tidur panjang sebab mendapati kenyataaan banyak pulau yang wajib mendapat perhatian ekstra dan harus segera didata. Hal ini menjadi penting karena berkaitan dengan batas wilayah strategis milik negara yang menyangkut kedaulatan bangsa. Dari sini lah kita akan mengetahui sampai dimana batas negara dan luas wilayah negeri ini sebenarnya.

Ribuan pulau anonim dan Peran Toponim

Publik sekarang ini cerdas dan pemerintah pun harus tanggap dengan memberi informasi secara benar terkait jumlah pulau yang dimiliki Indonesia secara akurat. Berdasarkan data yang dimiliki oleh Kementerian Koordinator Kemaritiman, Indonesia memiliki kurang lebih 17.500 pulau. Sementara, data resmi yang dikeluarkan oleh United Nations atau Dewan PBB hanya mencatat sebanyak 13.466 pulau, dan dari semua data itu sudah valid. Sisanya belum atau dengan kata lain masih anonim.

Mengingat PBB hanya mengakui daftar pulau sebuah negara bila daftar tersebut lengkap dengan nama dan posisi pulau, bukan sekadar persoalan penyebutan jumlah saja. Sesuai dengan ketetapan yang telah diatur oleh PBB maka terdapat beberapa pedoman dalam penerapan kaidah toponimi. Penetapan yang dibakukan secara internasional berpijak pada pembakuan penyeragaman setiap negara dan sekurang-kurangnya mempergunakan nama lokal.

Standarisasi topinimi tidak hanya berlaku untuk wilayah daratan (terestrial) saja, tetapi juga dalam penamaan lautan dan unsur-unsur geografisnya (toponym maritime). Sebuah peta yang mengandung toponimi menjadi alat komunikasi baik itu nasional maupun internasional, untuk menentukan beragam kebijakan regulasi nantinya.

Deskripsi: Moderator diskusi dan para pemateri yang telah hadir (dok. Tempo Co)

Maka untuk membahas beberapa poin tersebut di atas, utamanya dalam hal topinimi, Badan Informasi Geospasial (BIG) bekerjasama dengan Tempo Online mengadakan diskusi tentang Toponim Untuk Negeri Berdaulat yang diselenggarakan pada 26 Mei 2017 di Beka Resto, Balai Kartini, Jakarta. Goals atau tujuan diadakannya kegiatan ini merupakan untuk mendiskusikan sekaligus menjawab tantangan dan membahas solusi terkait dengan strategi toponimi ini sendiri.

Obrolan santai dan hangat ini dimoderatori oleh Gabriel Titiyoga selaku staf redaksi kompartemen Sains dan Teknologi Tempo.Co dengan mengundang narasumber beberapa praktisi ahli dibidangnya sekaligus pemangku kepentingan yang kompeten, di antaranya Kepala Pusat Pemetaan Rupabumi dan Toponim Badan Informasi Geospasial, Ida Herliningsih, M.Si, Direktur Topinimi dan Batas Daerah Kemendagri Dr. Tumpak H. Simanjuntak, MA dan Prof. Dr. Multamia RMT Lauder, Mse, DEA dari Departemen Linguistik Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia.

Dalam diskusi bersama rekan-rekan media berlangsung selama kurang lebih 2 jam ini dibahas mengenai kepulauan atau pulau-pulau untuk melengkapi data yang akurat serta pengetahuan terkait dengan pulau tersebut. Pendudukan de facto (secara nyata) terhadap pulau itu melalui proses penamaan melibatkan masyarakat lokal di sekitar pulau tersebut.

Deskripsi: Suasana dalam diskusi bersama dengan rekan media di Beka Resto (dokpri)

Sebagai gambaran, prosedur internasional penamaan sebuah pulau atau daerah menetapkan syarat visitasi (kunjungan) pulau. Syarat ini tercantum dalam Resolusi PBB via United Nation Group of Expert on Geographical Names (UNGEGN) Nomor 4 Tahun 1967 Rekomendasi B dan C tentang pengumpulan nama-nama rupabumi dan pemrosesan datanya.

Ruang Lingkup Kajian Toponimi

Dalam proses penamaan, nama baru dianggap sah jika diucapkan oleh masyarakat lokal sekurang-kurangnya 2 orang. Jadi, setiap pulau yang didatangi, tokoh adat/ masyarakat penghuni (setempat) harus diwawancarai soal nama, kemudian diverifikasi lagi dengan anggota masyarakat lain di pulau itu atau tetangganya.

Proses verifikasi ini diperlukan karena pengucapan nama pulau dipengaruhi oleh bahasa lokal setempat. Karena itu, ucapan nama direkam dengan tape recorder atau handycam. Untuk memperkuat ejaan, masyarakat kadang diminta menuliskan sendiri nama pulaunya. Selanjutnya, posisi tersebut dipetakan dan dilengkapi beberapa pengumpulan data penunjang lain. Kemudian data dikelompokkan per kabupaten atau kota sampai provinsi.

Pentingnya proses penamaan pulau itu sangat strategis karena berkaitan dengan kedaulatan Indonesia di mata Internasional. Semakin tinggi validitas data, semakin bisa dipertanggungjawabkan, dan tentunya akan menjadi basis penting untuk pengambilan kebijakan selanjutnya, guna pengembangan potensi pulau, lautan, dan unsur-unsur geografisnya. Misalnya untuk pengembangan sektor kelautan dan perikanan.

Kelengkapan dan akurasi data pulau, lautan, dan unsur-unsur geografis juga penting sebagai strategi pertahanan dan keamanan dari potensi tindak kejahatan di sekitar laut seperti misalnya perompak, illegal fishing dan sebagainya serta potensi gejolak sosial politik. Data ini juga menjadi basis penyusunan kebijakan pembangunan kawasan tertinggal, mempercepat tindakan bantuan apabila terjadi suatu bencana, penataan wilayah laut, serta pengelolaan kawasan pulau-pulau kecil ataupun manfaat strategis lain.

Survei sebuah pulau, lautan, dan unsur geografisnya butuh kerja sama antara mereka yang memiliki pengetahuan dalam hal ini riset ilmuwan, masyarakat setempat serta beberapa instansi berwenang yaitu pemerintah daerah dan pusat.

Komentar

  1. Memang harus segera diberi nama agar tidak ada lagi kejadian pulau kita diakui negara tetangga

    BalasHapus

Posting Komentar